Sabtu, 06 Desember 2014

Hikayat beserta Unsur Intrinsik dan Ekstrinsiknya



PERKARA SI BUNGKUK DAN SI PANJANG

 Mashudulhakk arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang sulit sebagai ternyata dari contoh yang di bawah ini:


Hatta maka berapa lamanya Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya perahu hendak menyeberang, tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya 1) kalau-kalau ada orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang. Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang itu terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi bungkuk belakangnya. Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga. Katanya, "Apa upayaku hendak menyeberang sungai ini?"

Maka ada pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu. Maka kata orang itu, "Hai tuan hamba, seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba tiada dapat berenang; sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya." Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya, "Untunglah sekali ini!"

Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga lehernya juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata orang tua itu, "Tuan hamba seberangkan apalah 2) hamba kedua ini. Maka kata Bedawi itu, "Sebagaimana 3) hamba hendak bawa tuan hamba kedua ini? Melainkan seorang juga dahulu maka boleh, karena air ini dalam."

Maka kata orang tua itu kepada istrinya, "Pergilah diri dahulu." Setelah itu maka turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu. Arkian maka kata Bedawi itu, "Berilah barang-barang bekal-bekal tuan hamba dahulu, hamba seberangkan." Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-bekal itu. Setelah sudah maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu. Syahdan maka pura-pura diperdalamnya air itu, supaya dikata 4) oleh si Bungkuk air itu dalam. Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu kepada perempuan itu, "Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa maka tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga tuan hamba buangkan orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit, hamba jadikan istri hamba." Maka berbagai-bagailah katanya akan perempuan itu.

Maka kata perempuan itu kepadanya, "Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba itu."

Maka apabila sampailah ia ke seberang sungai itu, maka keduanya pun mandilah, setelah sudah maka makanlah ia keduanya segala perbekalan itu. Maka segala kelakuan itu semuanya dilihat oleh orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan itu dengan Bedawi itu.

Kalakian maka heranlah orang tua itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun berjalanlah keduanya. Setelah dilihat oleh orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya berjalan, maka ia pun berkata-kata dalam hatinya, "Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku mati."


Unsur Intrinsik dan ekstrinsik HIKAYAT


Judul           : Hikayat Mashudulhakk (perkara si bungkuk dan si panjang)
Unsur intrinsik :
·         Tema               : Kesetiaan dan Pengkhianatan dalam Cinta2
·         Tokoh             :
ü  Masyhudulhakk : arif, bijaksana, suka menolong, cerdik, baik hati.
ú  …Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu.

ü  Si Panjang / Bedawi : licik, egois.
ú  Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya, "Untunglah sekali ini!
·         Setting :
ü  tempat :
ú  tepi sungai : Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya.
ú  Sungai : turunlah perempuanitu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu
ü  Suasana :
ú  menegangkan: Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga.
ú  Mengecewakan:  "Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku mati.Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu.
ú  Membingungkan: Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah.
ü  Waktu : tidak diketahui
·         Alur : Alur maju
ü  Eksposisi         :
Mashudulhakk arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang sulit  maka berapa lamanya Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai.
ü  orang ke-3 :
Maka bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.
·         Amanat :
ü  Jangan berbohong karena berbohong itu tidak baik, merupakan dosa, dan hanya akan menimbulkan kerugian pada diri kita sendiri
ü  Bantulah dengan ikhlas orang yang membutuhkan bantuan
ü  Syukurilah jodoh yang telah diberikan Tuhan, yakini bahwa jodoh itu baik untuk kita
ü  Jangan mengambil keputusan sesaat yang belum dipikirkan dampaknya
ü  Jadilah orang yang bijaksana dalam mengatasi suatu masalah

Unsur ekstrinsik :
·         Nilai religiusitas : kita harus selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Allah. Jangan pernah merasa iri dengan apa yang tidak kita miliki karena apa yang te;ah diberikan Allah kepada kita adalah sesuatu yang memang terbaik untuk kita. Janagn seperti yang ada pada hikayat mashudulhakk.

·         Nilai moral :
Janganlah  sekali-kali  kita memutar balikkan fakta, mengatakan bahwa yang salah itu benar dansebaliknya, karena bagaimanapun juga kebenaran akan mengalahkan ketidak benaran.
·         Nilai social budaya :
Sebuah kesalahan pastilah akan mendapat sebuah balasan, pada hikayat ini diterangkan bahwa seorang yang melakukan keslahan seperti berbohong maka akan did era sebanyak seratus kali. (Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali.)
·         Kepengarangan :
Hikayat mashudulhakk ini dari salah satu naskah lama (Collectie v.d. Wall) dengan diubah di sana-sini setelah dibandingkan dengan buku yang diterbitkan oleh A.F. v.d. Wall (menurut naskah yang lain dalam kumpulan yang tersebut).Dalam Volksalmanak Melayu 1931 (Balai Pustaka) isi naskah yang dipakai v.d. Wall itu diringkaskan dan sambungannya dimuat pula, dengan alamat "Masyudhak".. Dinantinya.













Hikayat Seorang Kakek dan Seekor Ular (Balas Budi)

Pada zaman dahulu, tersebutlah ada seorang kakek yang cukup disegani. Ia dikenal takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah wajib setiap waktu, menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan membaca Al-Qur’an pagi dan petang. Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer. Ia punya banyak hal yang menyebabkannya tetap mampu menjaga potensi itu.
Suatu hari, ia sedang duduk di tempat kerjanya sembari menghisap rokok dengan nikmatnya (sesuai kebiasaan masa itu). Tangan kanannya memegang tasbih yang senantiasa berputar setiap waktu di tangannya. Tiba-tiba seekor ular besar menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. Rupanya, ular itu sedang mencoba menghindar dari kejaran seorang laki-laki yang (kemudian datang menyusulnya) membawa tongkat.

“Kek,” panggil ular itu benar-benar memelas, “kakek kan terkenal suka menolong. Tolonglah saya, selamatkanlah saya agar tidak dibunuh oleh laki-laki yang sedang mengejar saya itu. Ia pasti membunuh saya begitu berhasil menangkap saya. Tentunya, kamu baik sekali jika mau membuka mulut lebar-lebar supaya saya dapat bersembunyi di dalamnya. Demi Allah dan demi ayah kakek, saya mohon, kabulkanlah permintaan saya ini.”
“Ulangi sumpahmu sekali lagi,” pinta si kakek. “Takutnya, setelah mulutku kubuka, kamu masuk ke dalamnya dan selamat, budi baikku kamu balas dengan keculasan. Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah mencelakai saya.”
Ular mengucapkan sumpah atas nama Allah bahwa ia takkan melakukan itu sekali lagi. Usai ular mengucapkan sumpahnya, kakek pun membuka mulutnya sekira-kira dapat untuk ular itu masuk.
Sejurus kemudian, datanglah seorang pria dengan tongkat di tangan. Ia menanyakan keberadaan ular yang hendak dibunuhnya itu. Kakek mengaku bahwa ia tak melihat ular yang ditanyakannya dan tak tahu di mana ular itu berada. Tak berhasil menemukan apa yang dicarinya, pria itu pun pergi.
Setelah pria itu berada agak jauh, kakek lalu berbicara kepada ular: “Kini, kamu aman. Keluarlah dari mulutku, agar aku dapat pergi sekarang.”
Ular itu hanya menyembulkan kepalanya sedikit, lalu berujar: “Hmm, kamu mengira sudah mengenal lingkunganmu dengan baik, bisa membedakan mana orang jahat dan mana orang baik, mana yang berbahaya bagimu dan mana yang berguna. Padahal, kamu tak tahu apa-apa. Kamu bahkan tak bisa membedakan antara makhluk hidup dan benda mati.”
“Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan. Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat.” Kontan ular itu mengancam.
“La haula wa la quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim [tiada daya dan kekuatan kecuali bersama Allah yang Maha Tinggi dan Agung] (ungkapan geram), bukankah aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh? Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong terbaik.” Sejurus kemudian kakek itu tampak terpaku, shok dengan kejadian yang tak pernah ia duga sebelumnya, perbuatan baiknya berbuah penyesalan.
Kakek itu akhirnya kembali bersuara, “Sebejat apapun kamu, tentu kamu belum lupa pada sambutanku yang bersahabat. Sebelum kamu benar-benar membunuhku, izinkan aku pergi ke suatu tempat yang lapang. Di sana ada sebatang pohon tempatku biasa berteduh. Aku ingin mati di sana supaya jauh dari keluargaku.”
Ular mengabulkan permintaannya. Namun, di dalam hatinya, orang tua itu berharap, “Oh, andai Tuhan mengirim orang pandai yang dapat mengeluarkan ular jahat ini dan menyelamatkanku.”
Setelah sampai dan bernaung di bawah pohon yang dituju, ia berujar pada sang ular: “Sekarang, silakan lakukanlah keinginanmu. Laksanakanlah rencanamu. Bunuhlah aku seperti yang kamu inginkan.”
Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang mengalun merdu tertuju padanya:
“Wahai Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik rekam jejaknya, ketulusan dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu dapat masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tak punya cara untuk mengeluarkannya kembali. Cobalah engkau pandang pohon ini. Ambil daunnnya beberapa lembar lalu makan. Moga Allah sentiasa membantumu.”

Anjuran itu kemudian ia amalkan dengan baik sehingga ketika keluar dari mulutnya ular itu telah menjadi bangkai. Maka bebas dan selamatlah kakek itu dari bahaya musuh yang mengancam hidupnya. Kakek itu girang bukan main sehingga berujar, “Suara siapakah yang tadi saya dengar sehingga saya dapat selamat?”
Suara itu menyahut bahwa dia adalah seorang penolong bagi setiap pelaku kebajikan dan berhati mulia. Suara itu berujar, “Saya tahu kamu dizalimi, maka atas izin Zat Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri (Allah) saya datang menyelamatkanmu.”
Kakek bersujud seketika, tanda syukurnya kepada Tuhan yang telah memberi pertolongan dengan mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya.”
Di akhir ceritanya, si Saudi berpesan:
“Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia pasti dapat mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena prilakunya yang jahat.”

Kemudian si Saudi memelukku dan memeluk anakku. Pada istriku dia mengucapkan selamat tinggal. Ia berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah yang tahu betapa sedihnya kami karena berpisah dengannya. Kami menyadari sepenuhnya perannya dalam menyelamatkan kami dari lumpur kemiskinan sehingga menjadi kaya-raya.
Namun, belum beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu persatu nasehatnya kuabaikan. Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya mulai kulupakan. Aku mulai menenggelamkan diri dalam lautan maksiat, bersenang-senang dan mabuk-mabukan. Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang.
Akibatnya, para tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku yang begitu banyak. Mengingat mereka tidak tahu sumber pendapatanku, mereka lalu mengadukanku kepada kepala kampung. Kepala kampung memanggilku dan menanyakan dari mana asal kekayaanku. Dia juga memintaku untuk membayarkan uang dalam jumlah yang cukup besar sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia memaksaku untuk mematuhi perintahnya seraya menebar ancaman.
Setelah membayar begitu banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tak seberapa, suatu kali bayaranku berkurang dari biasanya. Dia pun marah dan menyuruh orang untuk mencambukku. Kemudian ia menjebloskan aku ke penjara. Sudah tiga tahun lamanya saya mendekam di penjara ini, merasakan berbagai aneka penyiksaan. Tak sedetikpun saya lewatkan kecuali saya meminta kepada Zat yang menghamparkan bumi ini dan menjadikan langit begitu tinggi agar segera melepaskan saya dari penjara yang gelap ini dan memulangkan saya pada isteri dan anak-anak saya.
Namun, tentu saja, saya takkan dapat keluar tanpa budi baik dari Baginda Rasyid, Baginda yang agung dan menghukum dengan penuh pertimbangan.
Khalifah menjadi terkejut dan sedih mendengar ceritanya. Khalifah pun memerintahkan agar ia dibebaskan dan dibekali sedikit uang pengganti dari kerugian yang telah ia derita dan kehinaan yang dialaminya. Ia pun memanjatkan doa dengan khusyu kepada Allah, satu-satunya Dzat yang disembah, agar Khalifah Amirul Mukminin senantiasa bermarwah dan berbahagia, selama matahari masih terbit dan selama burung masih berkicau.

Apresiasi unsur intrinsik
1.     Tema                             : Balas Budi
2.      Perwatakan tokoh        :
a)      Si Kakek         : Baik hati, pandai, taat, terlalu mudah percaya pada siapapun, suka  menolong dan pasrah.
-          Baik Hati : Dia rela menolong ular yang bahkan bisa membahayakan nyawanya sendiri.
-          Pandai : Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer.
-          Taat : Ia dikenal takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah wajib setiap waktu, menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan membaca Al-Qur’an pagi dan petang.
-          Terlalu mudah percaya pada siapapun : Dia terlalu percaya bahkan pada hal yang dia endiripun tahu jika itu dapat membunuhnya.
-          Suka menolong : bukankah aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh?
-          Pasrah : Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong terbaik .
b)      Ular     : Licik, jahat, suka berbohong, dan tidak tahu balas budi.
-          Licik : Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan.
-          Jahat : Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat.
-          Suka berbohong : Pada awalnya dia berjanji hanya akan bersembunyi, tetapi ternyata dia juga mengancam untuk memakan hati atau jantung si kakek.
-          Tidak tahu balas budi : Setelah diberi pertolongan oleh kakek, bukannya berterima kasih, ular itu malah mau membunuh kakek.
c)      Suara penolong : Baik hati, suka menolong.
-          Baik hati : Dia ada disaat yang tepat. Saat kakaek akan dibunuh oleh ular itu.
-          Suka menolong : Tuhan yang telah memberi pertolongan dengan mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya.


Unsur Ekstrinsik
1)    Nilai Moral                   : Kita dapat belajar bahwa menolong orang itu memang baik, namun kita juga harus memikirkan pula tentang akibat dari pertolongan kita itu.
2)    Nilai Pendidikan : Kita dapat belajar bahwa perbuatan baik juga akan mendapatkan balasan yang baik pula.
3)    Nilai Religius                 : Allah akan selalu melindungi hamba-Nya yang taat kepada-Nya.
4)      Nilai Sosial          : Menolong sesama yang membutuhkan adalah hal yang baik, apalagi bila memang sedang membutuhkan pertolongan.
5)    Nilai Budaya                 : Budaya tolong-menolong antara kiat memang harus selalu diterapkan dimanapun dan kapanpun.
6)    Nilai Estetika                : Hubungan antar umat manusia yang saling tolong-menolong dan pertolongan Allah yang terkadang tak terduga.




UNSUR  INSTRINSIK :
  1. Tema        : Perjalanan Hidup
  2. Alur        : Maju
Tahapan Alur:
  1. Pengenalan :
  1. Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya bibuang dari keinderaan sehingga sengsara hidupnya. Itulah sebabnya kemudian ia dikenal sebagai si Miskin.(Pada paragraph 1)
  1. Muncul Konflik :
  1. Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga memasyurkan kerajaan Puspa Sari dan menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah.(Pada paragraph 7)
  1. Ketegangan :
  1. Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.(Paragraf 9)
  2. Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri Puspa Sari musnah terbakar.(Paragraf 10)
  3. Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di bawah pohon beringin. Ditangkapnya seekor burung untuk dimakan. Waktu mencari api ke kampung, karena disangka mencuri, Marakarmah dipukuli orang banyak, kemudian dilemparkan ke laut. Nila Kesuma ditemu oleh Raja Mengindera Sari, putera mahkota dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi isteri putera mahkota itu dan bernama Mayang Mengurai.(Paragraf 11)

  1. Penokohan        :         a. Protagonis        : Maharaja Indra Angkasa
b. Antagonis        : Maharaja Indra Dewa
c. Tritagonis        : Marakarmah
4.  Perwatakan         :
  1. Maharaja Indera Angkasa (Si Miskin) : Sabar, adil, pemurah, mudah    
terpengaruh.
Bukti :
  1. Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga memasyhurkan kerajaan Puspa Sari….(Paragraf 7)
  2. Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.(Paragraf 9)
  1. Tuan Putri Ratna Dewi : Baik, penyayang
Bukti :
  1. Setelah genap bulannya kandunga itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki bernama Marakarmah (anak di dalam kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih saying.
  1. Maharaja Indera Dewa (raja Antah Berantah) : Iri hati, jahat, licik.
Bukti :
  1. ...menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah.
(paragraph 7)
  1. Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah, oleh para ahli nujum itu dikatakan bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma itu kelak hanyalah akan mendatangkan celaka saja bagiorangtuanya. (Paragraf 8)
       d.    Nila Kesuma : Patuh pada orangtua        
               Bukti :
  1. Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.(Paragraf 9)
  1. Marakarmah : Patuh pada orangtua, bijaksana.
Bukti :
  1. Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.(Paragraf 9)
  2. Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah bundanya yang telah jatuh miskin kembali. Dengan kesaktiannya diciptakannya kembali Kerajaan Puspa Sari dengan segala perlengkapannya seperti dahulu kala.Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian dirajai oleh Raja Bujangga Indera (saudara Cahaya Chairani). (Paragraf 15)
  1. Cahaya Chairani : Baik hati
Bukti :
  1. Waktu Cahaya Chairani berjalan –jalan di tepi pantai, dijumpainya Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya. Dilepaskan tali-tali dan diajaknya pulang. (Paragraf 12)
  1. Nenek Kebayan : Baik hati, penolong, penyayang.
Bukti :
  1. Kemudian, ikan nun terdampar di dekat rumah Nenek Kebayan yang kemudian terus membelah perut ikan nun itu dengan daun padi karena mendapat petunjuk dari burung Rajawali, sampai Marakarmah dapat keluar dengan tak bercela. (Paragraf 12)
  2. Kemudian, Marakarmah menjadi anak angkat Nenek Kebayan yang kehidupannya berjual bunga. (Paragraf 13)
  1. Nahkoda kapal : Jahat
Bukti :
  1. Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani, maka didorongnya Marakarmah ke laut…. (Paragraf 12)
5. Setting/ Latar :
  1. Setting Tempat :
- Negeri Antah Berantah,
  1. ..... dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari rezeki berkeliling di Negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa. (Paragraf 2)
- Di hutan,
  1. Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di bawah pohon beringin. (Paragraf 11)
  2. Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki.(Paragraf 2)
- Di Pasar,
  1. Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya membawa mempelam dan makanan-makanan yang lain. (Paragraf 4)
- Negeri Puspa Sari,
  1. Dengan takdir Allah terdirilah di situ sebuah kerajaan yang komplet perlengkapannya. Si Miskin lalu berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi. Negerinya diberi nama Puspa Sari.(Paragraf 6)
- Di lautan,
  1. Akan nasib Marakarmah di lautan, teruslah dia hanyut dan akhirnya terdampar di pangkalan raksasa yang menawan Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang setelah gemuk akan dimakan. (Paragraf 12)
- Di tepi pantai pulau raksasa,
  1. Waktu Cahaya Chairani berjalan –jalan di tepi pantai, dijumpainya Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya. Dilepaskan tali-tali dan diajaknya pulang. (Paragraf 12)
- Di kapal,
  1. Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha lari dari tempat raksasa dengan menumpang sebuah kapal. Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani, maka didorongnya Marakarmah ke laut….(Paragraf 12)
- Negeri Palinggam Cahaya,
  1. Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama Maharaja Malai Kisna di         Mercu Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi Sultan Mangindera Sari menjadi r        aja di Palinggam Cahaya. (Paragraf 16)
b. Setting Suasana :
- Tegang, mencekam dan ketakutan,
  1. Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-ramai dengan disertai penganiayaan sehingga bengkak-bengkak dan berdarah-darah tubuhnya. (Paragraf 2)
  2. Setelah ditolak oleh isterinya, dengan hati yang sebal dan penuh ketakutan, pergilah si Miskin menghadap raja memohon mempelam.(Paragraf 4)
  3. Waktu mencari api ke kampung, karena disangka mencuri, Marakarmah dipukuli orang banyak, kemudian dilemparkan ke laut.(Paragraf 11)
- Bahagia,
  1. Setelah genap bulannya kandungan itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki bernama Marakarmah (anak di dalam kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih saying.(Paragraf 5)
  2. Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal, didapatnya sebuah tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk berbelanja sampai kepada anak cucunya. Dengan takdir Allah terdirilah di situ sebuah kerajaan yang komplet perlengkapannya. Si Miskin lalu berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi. Negerinya diberi nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang kedua, perempuan, bernama Nila Kesuma.(Paragraf 6)
- Menyedihkan,
  1. Sepanjang perjalanan menangislah si Miskin berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki. (Paragraf 2)
c. Setting Waktu : Malam, siang
  1. Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki. Demikian seterusnya.(paragraf 2)
6. Sudut Pandang Pengarang : Orang ketiga, karena pengarang hanya berperan sebagai

Gaya Bahasa : Melayu Klasik
        
  1. . Tuan jangan menangis. Biar Kakanda pergi mencari buah mempelam itu. (Paragraf 3)
  2. Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal, didapatnya sebuah tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk berbelanja sampai kepada anak cucunya. (paragraf 6)
8. Amanat :
-  Janganlah mudah terpengaruh dengan kata-kata oran lain.
-  Hadapilah semua rintangan dan cobaan dalam hidup dengan sabar dan rendah hati.
-  Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah ke dalam hatinya.
-  Hendaknya kita dapat menolong sesama yang mengalami kesukaran.
-  Janganlah kita mudah menyerah dalam menghadapi suatu hal.
NILAI-NILAI DALAM HIKAYAT SI MISKIN
  1. Nilai Moral
- Kita harus bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.
- Jangan kita terlalu memaksakan kehendak kita pada orang lain.
- Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
- Jangan mudah iri kepada orang lain, karena hal tersebut dapat mendorong kita untuk berbuat hal yang tidak baik.
  1. Nilai Budaya
- Sebagai seorang anak kita harus menghormati orangtua.
- Hendaknya seorang anak dapat berbakti pada orang tua.
- Seorang anak hendaknya dapat membahagiakan orangtuanya.
  1. Nilai Sosial
- Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
-  Hendaknya kita mau berbagi untuk meringankan beban orang lain.
-  Seorang pemimpin harus memiliki sikap adil dan pemurah kepada rakyatnya.




“HIK AYAT BUNGA KEMUNING”
          Dahulu kala, ada seorang raja yang memiliki sepuluh orang puteri yang cantik-cantik. Sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana. Tetapi ia terlalu sibuk dengan kepemimpinannya, karena itu ia tidak mampu untuk mendidik anak-anaknya. Istri sang raja sudah meninggal dunia ketika melahirkan anaknya yang bungsu, sehingga anak sang raja diasuh oleh inang pengasuh. Puteri-puteri Raja menjadi manja dan nakal. Mereka hanya suka bermain di danau. Mereka tak mau belajar dan juga tak mau membantu ayah mereka. Pertengkaran sering terjadi diantara mereka.
            Kesepuluh puteri itu dinamai dengan nama-nama warna. Puteri Sulung bernama Puteri Jambon. Adik-adiknya dinamai Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona, Puteri Kuning dan 2 puteri lainnya. Baju yang mereka pun berwarna sama dengan nama mereka. Dengan begitu, sang raja yang sudah tua dapat mengenali mereka dari jauh. Meskipun kecantikan mereka hampir sama, si bungsu Puteri Kuning sedikit berbeda, Ia tak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya ia selalu riang dan dan tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih suka bebergian dengan inang pengasuh daripada dengan kakak-kakaknya.
Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia mengumpulkan semua puteri-puterinya. "Aku hendak pergi jauh dan lama. Oleh-oleh apakah yang kalian inginkan?" tanya raja. "Aku ingin perhiasan yang mahal," kata Puteri Jambon. "Aku mau kain sutra yang berkilau-kilau," kata Puteri Jingga. 9 anak raja meminta hadiah yang mahal-mahal pada ayahanda mereka. Tetapi lain halnya dengan Puteri Kuning. Ia berpikir sejenak, lalu memegang lengan ayahnya. "Ayah, aku hanya ingin ayah kembali dengan selamat," katanya. Kakak-kakaknya tertawa dan mencemoohkannya. "Anakku, sungguh baik perkataanmu. Tentu saja aku akan kembali dengan selamat dan kubawakan hadiah indah buatmu," kata sang raja. Tak lama kemudian, raja pun pergi.
Selama sang raja pergi, para puteri semakin nakal dan malas. Mereka sering membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan agar menuruti mereka. Karena sibuk menuruti permintaan para puteri yang rewel itu, pelayan tak sempat membersihkan taman istana. Puteri Kuning sangat sedih melihatnya karena taman adalah tempat kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Puteri Kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu. Daun-daun kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan pohon dipangkasnya hingga rapi. Semula inang pengasuh melarangnya, namun Puteri Kuning tetap berkeras mengerjakannya.
Kakak-kakak Puteri Kuning yang melihat adiknya menyapu, tertawa keras-keras. "Lihat tampaknya kita punya pelayan baru,"kata seorang diantaranya. "Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!" ujar seorang yang lain sambil melemparkan sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali acak-acakan. Puteri Kuning diam saja dan menyapu sampah-sampah itu. Kejadian tersebut terjadi berulang-ulang sampai Puteri Kuning kelelahan. Dalam hati ia bisa merasakan penderitaan para pelayan yang dipaksa mematuhi berbagai perintah kakak-kakaknya.
"Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah tak perlu membawakan apa-apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja!" Kata Puteri Kuning dengan marah. "Sudah ah, aku bosan. Kita mandi di danau saja!" ajak Puteri Nila. Mereka meninggalkan Puteri Kuning seorang diri. Begitulah yang terjadi setiap hari, sampai ayah mereka pulang. Ketika sang raja tiba di istana, kesembilan puteri nya masih bermain di danau, sementara Puteri Kuning sedang merangkai bunga di teras istana. Mengetahui hal itu, raja menjadi sangat sedih. "Anakku yang rajin dan baik budi! Ayahmu tak mampu memberi apa-apa selain kalung batu hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu!" kata sang raja.
Raja memang sudah mencari-cari kalung batu kuning di berbagai negeri, namun benda itu tak pernah ditemukannya. "Sudahlah Ayah, tak mengapa. Batu hijau pun cantik! Lihat, serasi benar dengan bajuku yang berwarna kuning," kata Puteri Kuning dengan lemah lembut. "Yang penting, ayah sudah kembali. Akan kubuatkan teh hangat untuk ayah," ucapnya lagi. Ketika Puteri Kuning sedang membuat teh, kakak-kakaknya berdatangan. Mereka ribut mencari hadiah dan saling memamerkannya. Tak ada yang ingat pada Puteri Kuning, apalagi menanyakan hadiahnya. Keesokan hari, Puteri Hijau melihat Puteri Kuning memakai kalung barunya. "Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, karena aku adalah Puteri Hijau!" katanya dengan perasaan iri.
Ayah memberikannya padaku, bukan kepadamu," sahut Puteri Kuning. Mendengarnya, Puteri Hijau menjadi marah. Ia segera mencari saudara-saudaranya dan menghasut mereka. "Kalung itu milikku, namun ia mengambilnya dari saku ayah. Kita harus mengajarnya berbuat baik!" kata Puteri Hijau. Mereka lalu sepakat untuk merampas kalung itu. Tak lama kemudian, Puteri Kuning muncul. Kakak-kakaknya menangkapnya dan memukul kepalanya. Tak disangka, pukulan tersebut menyebabkan Puteri Kuning meninggal. "Astaga! Kita harus menguburnya!" seru Puteri Jingga. Mereka beramai-ramai mengusung Puteri Kuning, lalu menguburnya di taman istana. Puteri Hijau ikut mengubur kalung batu hijau, karena ia tak menginginkannya lagi.
Sewaktu raja mencari Puteri Kuning, tak ada yang tahu kemana puteri itu pergi. Kakak-kakaknya pun diam seribu bahasa. Raja sangat marah. "Hai para pengawal! Cari dan temukanlah Puteri Kuning!" teriaknya. Tentu saja tak ada yang bisa menemukannya. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, tak ada yang berhasil mencarinya. Raja sangat sedih. "Aku ini ayah yang buruk," katanya." Biarlah anak-anakku kukirim ke tempat jauh untuk belajar dan mengasah budi pekerti!" Maka ia pun mengirimkan puteri-puterinya untuk bersekolah di negeri yang jauh. Raja sendiri sering termenung-menung di taman istana, sedih memikirkan Puteri Kuning yang hilang tak berbekas.
Suatu hari, tumbuhlah sebuah tanaman di atas kubur Puteri Kuning. Sang raja heran melihatnya. "Tanaman apakah ini? Batangnya bagaikan jubah puteri, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau, bunganya putih kekuningan dan sangat wangi! Tanaman ini mengingatkanku pada Puteri Kuning. Baiklah, kuberi nama ia Kemuning.!" kata raja dengan senang. Sejak itulah bunga kemuning mendapatkan namanya. Bahkan, bunga-bunga kemuning bisa digunakan untuk mengharumkan rambut. Batangnya dipakai untuk membuat kotak-kotak yang indah, sedangkan kulit kayunya dibuat orang menjadi bedak. Setelah mati pun, Puteri Kuning masih memberikan kebaikan.

Singkat Cerita “Hikayat Bunga Kemuning”
            Dahulu kala ada seorang raja yang memiliki 10 orang puteri yang diberi nama Puteri Jambon, Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Ungu, Puteri Kelabu, Puteri Biru, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona dan Puteri Kuning.Istri raja meninggal dunia setelah melahirkan Puteri Kuning. Ke-9 puteri sangat manja dan nakal, berbeda dengan si bungsu Puteri Kuning yang ramah dan baik hati.
            Suatu hari raja hendak pergi jauh. Ke-9 puterinya meminta oleh-oleh yang mewah, namun Puteri Kuning hanya memint ayahnya kembali dengan selamat.
            Ketika sang raja pulang, ia memberi Puteri Kuning sebuah kalung batu hijau. Puteri Hijau merasa cemburu, ia bersama saudaranya yang lain memukul kepala Puteri Kuning hingga ia meninggal. Tanpa sepengetahuan orang-orang istana, ke-9 puteri mengubur Puteri Kuning.
            Mengetahui puteri bungsunya hilang, sang raja mencarinya, namun pencariannya tak membuahkan hasil.
          Suatu hari tumbuhlah sebuah tanaman di atas kubur Puteri Kuning.Karena tanaman tersebut nampak seperti Puteri Kuning, maka sang raja menamainya Puteri Kemuning.


UNSUR INTRINSIK
Alur/plot         : Alur Maju
                          Bukti : karna dalam cerita ini tidak menceritakan tentang masa lalu.

Tema              : Kekeluargaan, Kerajaan dan Kasih sayang tulus seorang anak kepada                                  ayahnya.

Latar/setting  :
1.    Latar tempat :
Kerajaan (bukti: hikayat ini mengisahkan tentang kerajaan jaman dahulu.)
Taman (bukti : tanpa ragu, putri kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu.)
Danau (bukti : ketika sang raja tiba di istana kesembilan putrinya masih bermain di danau.)
Teras istana (bukti : sementara putri kuning sedang merangkai bunga di teras istana.)
2.    Latar waktu : Pada zaman dahulu kala
3.    Latar suasana : Sedih (bukti: berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, tak ada yang berhasil menemukan Putri Kemuning. Raja sangat sedih. "Aku ini ayah yang buruk," katanya.)

Tokoh:
1.      Protagonis       : Raja dan Putri Kuning
2.      Antagonis        : Putri Jingga, Putri Nila, Putri Hijau, Putri Kelabu, Putri Oranye, Putri Merah Merona, Putri Kuning dan 2 putri lainnya.

Karaker tokoh-tokoh
1.      Raja :
Bijaksana (bukti: sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana)
Penyayang (bukti: sang raja sangat menyayangi anak-anaknya)
2.      Putri kuning :
Baik hati (bukti: karna para inang sibuk untuk menuruti permintaan kakak-kakaknya, taman menjadi tidak ada yang membersihkan. Tapi dengan senang hati putri kuning mau membantu membersihkan taman.)
Penyabar (bukti: “Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!” ujar seorang yang lain sambil melemparkan sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali acak-acakan. Putri kuning diam saja dan menyapu sampah sampah itu.) 
Ramah (bukti: Sebaliknya ia selalu riang dan tersenyum ramah kepada siapa pun.)
3.      Puteri Hijau         : Jahat,  mudah iri (bukti: Puteri Hijau melihat Puteri Kuning memakai kalung barunya. "Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, karena aku adalah Puteri Hijau!" katanya dengan perasaan iri)
4.      Kakak-kakak putri kuning : Nakal, manja, jahat. (bukti: sering membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan agar menuruti mereka, merampas kalung putri kuning, menangkap dan memukul kepala putri kuning sampai putri kuning meninggal dan menguburnya tanpa memberitahu ayahnya (raja).

Sudut Pandang          : Orang Pertama dan orang ketiga.

Amanat :
-Berlaku baiklah kepada sesama saudara kita
-Berfikirlah terlebih dahulu ketika kita akan bertindak



UNSUR EKSTRINSIK
? Nilai Sosial
Mencoba untuk lebih baik
? Nilai Agama
Berbuat baik walaupun dibalas kejahatan
(Bukti agama islam)
“Sesungguhnya rahmat Allah Swt amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf: 56)
“Dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil (orang yang bepergian) dan hamba sahayamu (pembantu).” (QS. An-Nisa [4]: 36).
“Balaslah perbuatan buruk mereka dengan yg lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.” (Q.S. Al-Mu’minun [23]: 96)
“Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula.” (QS. Ar-Rahman [55]: 60).
“Mereka itu diberi pahala dua kali lipat disebabkan kesabaran mereka dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan.”(QS. Al-Qashash [28]:54)
“Siapa yang datang membawa kebaikan, baginya pahala yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan siapa yang datang membawa kejahatan, tidaklah diberi balasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan seimbang dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.” (SQ. Al-Qashash [28]:84)
Allah Ta’ala berfirman,
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (5) يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ (6
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi begini)?”, pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Rabbmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikansekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatansekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al Zalzalah: 1-8)

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.“
يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُحْضَرًا وَمَا عَمِلَتْ مِنْ سُوءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ أَمَدًا بَعِيدًا
Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh.“ (QS. Ali Imran: 30).

? Nilai Moral
Keburukan akan terbongkar dengan sendirinya walaupun ditutupi.
? Nilai Budaya
Sopan dan santun kepada orang tua, Pada jaman dahulu tentang pemberian nama putri atau putra.

Gaya Bahasa :
Majas metafora : Batangnya bagaikan jubah puteri, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau, bunganya putih kekuningan dan sangat wangi!

Majas ironi      : "Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku
Majas Paradoks : Meskipun kecantikan mereka hampir sama, si bungsu Puteri Kuning sedikit berbeda, Ia tak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya ia selalu riang dan dan tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih suka bebergian dengan inang pengasuh daripada dengan kakak-kakaknya.

2 komentar: