PERKARA SI BUNGKUK DAN SI PANJANG
Mashudulhakk arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang
sulit sebagai ternyata dari contoh yang di bawah ini:
Hatta maka berapa lamanya
Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan
akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan. Maka
sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya perahu hendak menyeberang,
tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya 1) kalau-kalau ada orang lalu
berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang. Maka ia pun berhentilah di
tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang itu terlalu
baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi bungkuk
belakangnya. Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga. Katanya,
"Apa upayaku hendak menyeberang sungai ini?"
Maka ada pula seorang Bedawi duduk
di seberang sana sungai itu. Maka kata orang itu, "Hai tuan hamba,
seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba tiada dapat berenang;
sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya." Setelah didengar oleh
Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik
rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya,
"Untunglah sekali ini!"
Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke
dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga lehernya juga ia berjalan menuju
orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata orang tua itu, "Tuan
hamba seberangkan apalah 2) hamba kedua ini. Maka kata Bedawi itu,
"Sebagaimana 3) hamba hendak bawa tuan hamba kedua ini? Melainkan seorang
juga dahulu maka boleh, karena air ini dalam."
Maka kata orang tua itu kepada
istrinya, "Pergilah diri dahulu." Setelah itu maka turunlah perempuan
itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu. Arkian maka kata Bedawi itu,
"Berilah barang-barang bekal-bekal tuan hamba dahulu, hamba
seberangkan." Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-bekal itu.
Setelah sudah maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu.
Syahdan maka pura-pura diperdalamnya air itu, supaya dikata 4) oleh si Bungkuk
air itu dalam. Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi
itu kepada perempuan itu, "Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan
mudanya. Mengapa maka tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga
tuan hamba buangkan orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit,
hamba jadikan istri hamba." Maka berbagai-bagailah katanya akan perempuan
itu.
Maka kata perempuan itu kepadanya,
"Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba itu."
Maka apabila sampailah ia ke
seberang sungai itu, maka keduanya pun mandilah, setelah sudah maka makanlah ia
keduanya segala perbekalan itu. Maka segala kelakuan itu semuanya dilihat oleh
orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan itu dengan Bedawi itu.
Kalakian maka heranlah orang tua
itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun berjalanlah keduanya. Setelah dilihat
oleh orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya berjalan, maka ia pun
berkata-kata dalam hatinya, "Daripada hidup melihat hal yang demikian ini,
baiklah aku mati."
Unsur Intrinsik dan ekstrinsik
HIKAYAT
Judul
: Hikayat Mashudulhakk (perkara si bungkuk dan si panjang)
Unsur
intrinsik :
·
Tema
: Kesetiaan dan Pengkhianatan dalam Cinta2
·
Tokoh :
ü
Masyhudulhakk : arif, bijaksana, suka menolong, cerdik, baik hati.
ú
…Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan
akalnya itu.
ü
Si Panjang / Bedawi : licik, egois.
ú
Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya
perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di
dalam hatinya, "Untunglah sekali ini!
·
Setting :
ü
tempat :
ú
tepi sungai : Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya.
ú
Sungai : turunlah perempuanitu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu
ü
Suasana :
ú
menegangkan: Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga.
ú
Mengecewakan: "Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah
aku mati.Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu.
ú
Membingungkan: Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka
gemparlah.
ü
Waktu : tidak diketahui
·
Alur : Alur maju
ü
Eksposisi :
Mashudulhakk
arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang sulit maka
berapa lamanya Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah
cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri
berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai.
ü
orang ke-3 :
Maka
bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.
·
Amanat :
ü
Jangan berbohong karena berbohong itu tidak baik, merupakan dosa, dan hanya
akan menimbulkan kerugian pada diri kita sendiri
ü
Bantulah dengan ikhlas orang yang membutuhkan bantuan
ü
Syukurilah jodoh yang telah diberikan Tuhan, yakini bahwa jodoh itu baik untuk
kita
ü
Jangan mengambil keputusan sesaat yang belum dipikirkan dampaknya
ü
Jadilah orang yang bijaksana dalam mengatasi suatu masalah
Unsur ekstrinsik :
·
Nilai religiusitas : kita harus selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan
oleh Allah. Jangan pernah merasa iri dengan apa yang tidak kita miliki karena
apa yang te;ah diberikan Allah kepada kita adalah sesuatu yang memang terbaik
untuk kita. Janagn seperti yang ada pada hikayat mashudulhakk.
·
Nilai moral :
Janganlah sekali-kali kita memutar balikkan fakta, mengatakan
bahwa yang salah itu benar dansebaliknya, karena bagaimanapun juga kebenaran
akan mengalahkan ketidak benaran.
·
Nilai social budaya :
Sebuah kesalahan pastilah akan
mendapat sebuah balasan, pada hikayat ini diterangkan bahwa seorang yang
melakukan keslahan seperti berbohong maka akan did era sebanyak seratus kali. (Lalu
didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu
seratus kali.)
·
Kepengarangan :
Hikayat
mashudulhakk ini dari salah satu naskah lama (Collectie v.d. Wall) dengan
diubah di sana-sini setelah dibandingkan dengan buku yang diterbitkan oleh A.F.
v.d. Wall (menurut naskah yang lain dalam kumpulan yang tersebut).Dalam
Volksalmanak Melayu 1931 (Balai Pustaka) isi naskah yang dipakai v.d. Wall itu
diringkaskan dan sambungannya dimuat pula, dengan alamat "Masyudhak"..
Dinantinya.
Pada zaman dahulu, tersebutlah ada seorang kakek yang cukup
disegani. Ia dikenal takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah
wajib setiap waktu, menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan membaca
Al-Qur’an pagi dan petang. Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal
berotot kuat dan berotak encer. Ia punya banyak hal yang menyebabkannya tetap
mampu menjaga potensi itu.
Suatu hari, ia sedang duduk di tempat kerjanya sembari menghisap rokok dengan
nikmatnya (sesuai kebiasaan masa itu). Tangan kanannya memegang tasbih yang
senantiasa berputar setiap waktu di tangannya. Tiba-tiba seekor ular besar
menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. Rupanya, ular itu sedang mencoba
menghindar dari kejaran seorang laki-laki yang (kemudian datang menyusulnya)
membawa tongkat.
“Kek,” panggil ular itu benar-benar memelas, “kakek kan
terkenal suka menolong. Tolonglah saya, selamatkanlah saya agar tidak dibunuh
oleh laki-laki yang sedang mengejar saya itu. Ia pasti membunuh saya begitu
berhasil menangkap saya. Tentunya, kamu baik sekali jika mau membuka mulut
lebar-lebar supaya saya dapat bersembunyi di dalamnya. Demi Allah dan demi
ayah kakek, saya mohon, kabulkanlah permintaan saya ini.”
“Ulangi sumpahmu sekali lagi,” pinta si kakek. “Takutnya,
setelah mulutku kubuka, kamu masuk ke dalamnya dan selamat, budi baikku kamu
balas dengan keculasan. Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah mencelakai
saya.”
Ular mengucapkan sumpah atas nama Allah bahwa ia takkan
melakukan itu sekali lagi. Usai ular mengucapkan sumpahnya, kakek pun membuka
mulutnya sekira-kira dapat untuk ular itu masuk.
Sejurus kemudian, datanglah seorang pria dengan tongkat di
tangan. Ia menanyakan keberadaan ular yang hendak dibunuhnya itu. Kakek mengaku
bahwa ia tak melihat ular yang ditanyakannya dan tak tahu di mana ular itu
berada. Tak berhasil menemukan apa yang dicarinya, pria itu pun pergi.
Setelah pria itu berada agak jauh, kakek lalu berbicara kepada
ular: “Kini, kamu aman. Keluarlah dari mulutku, agar aku dapat pergi sekarang.”
Ular itu hanya menyembulkan kepalanya sedikit, lalu berujar:
“Hmm, kamu mengira sudah mengenal lingkunganmu dengan baik, bisa membedakan
mana orang jahat dan mana orang baik, mana yang berbahaya bagimu dan mana yang
berguna. Padahal, kamu tak tahu apa-apa. Kamu bahkan tak bisa membedakan antara
makhluk hidup dan benda mati.”
“Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal
semua orang tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan. Sekarang
kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu
atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat.” Kontan ular
itu mengancam.
“La haula wa la quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim
[tiada daya dan kekuatan kecuali bersama Allah yang Maha Tinggi dan Agung]
(ungkapan geram), bukankah aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula
yang hendak kamu bunuh? Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup
bagiku, sebagai penolong terbaik.” Sejurus kemudian kakek itu tampak terpaku,
shok dengan kejadian yang tak pernah ia duga sebelumnya, perbuatan baiknya
berbuah penyesalan.
Kakek itu akhirnya kembali bersuara, “Sebejat apapun kamu,
tentu kamu belum lupa pada sambutanku yang bersahabat. Sebelum kamu benar-benar
membunuhku, izinkan aku pergi ke suatu tempat yang lapang. Di sana ada sebatang
pohon tempatku biasa berteduh. Aku ingin mati di sana supaya jauh dari
keluargaku.”
Ular mengabulkan permintaannya. Namun, di dalam hatinya, orang
tua itu berharap, “Oh, andai Tuhan mengirim orang pandai yang dapat
mengeluarkan ular jahat ini dan menyelamatkanku.”
Setelah sampai dan bernaung di bawah pohon yang dituju, ia berujar
pada sang ular: “Sekarang, silakan lakukanlah keinginanmu. Laksanakanlah
rencanamu. Bunuhlah aku seperti yang kamu inginkan.”
Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang mengalun merdu
tertuju padanya:
“Wahai Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik rekam
jejaknya, ketulusan dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu dapat
masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tak punya cara untuk mengeluarkannya
kembali. Cobalah engkau pandang pohon ini. Ambil daunnnya beberapa lembar lalu
makan. Moga Allah sentiasa membantumu.”
Anjuran itu kemudian ia amalkan dengan baik sehingga ketika
keluar dari mulutnya ular itu telah menjadi bangkai. Maka bebas dan selamatlah
kakek itu dari bahaya musuh yang mengancam hidupnya. Kakek itu girang bukan
main sehingga berujar, “Suara siapakah yang tadi saya dengar sehingga saya
dapat selamat?”
Suara itu menyahut bahwa dia adalah seorang penolong bagi
setiap pelaku kebajikan dan berhati mulia. Suara itu berujar, “Saya tahu kamu
dizalimi, maka atas izin Zat Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri (Allah)
saya datang menyelamatkanmu.”
Kakek bersujud seketika, tanda syukurnya kepada Tuhan yang
telah memberi pertolongan dengan mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya.”
Di akhir ceritanya, si Saudi berpesan:
“Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia
pasti dapat mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena
prilakunya yang jahat.”
Kemudian si Saudi memelukku dan memeluk anakku. Pada istriku
dia mengucapkan selamat tinggal. Ia berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah
yang tahu betapa sedihnya kami karena berpisah dengannya. Kami menyadari
sepenuhnya perannya dalam menyelamatkan kami dari lumpur kemiskinan sehingga
menjadi kaya-raya.
Namun, belum beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah.
Satu persatu nasehatnya kuabaikan. Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya
mulai kulupakan. Aku mulai menenggelamkan diri dalam lautan maksiat,
bersenang-senang dan mabuk-mabukan. Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang.
Akibatnya, para tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat
hartaku yang begitu banyak. Mengingat mereka tidak tahu sumber pendapatanku,
mereka lalu mengadukanku kepada kepala kampung. Kepala kampung memanggilku dan
menanyakan dari mana asal kekayaanku. Dia juga memintaku untuk membayarkan uang
dalam jumlah yang cukup besar sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia memaksaku
untuk mematuhi perintahnya seraya menebar ancaman.
Setelah membayar begitu banyak sehingga yang tersisa dari
hartaku tak seberapa, suatu kali bayaranku berkurang dari biasanya. Dia pun
marah dan menyuruh orang untuk mencambukku. Kemudian ia menjebloskan aku ke
penjara. Sudah tiga tahun lamanya saya mendekam di penjara ini, merasakan
berbagai aneka penyiksaan. Tak sedetikpun saya lewatkan kecuali saya meminta
kepada Zat yang menghamparkan bumi ini dan menjadikan langit begitu tinggi agar
segera melepaskan saya dari penjara yang gelap ini dan memulangkan saya pada
isteri dan anak-anak saya.
Namun, tentu saja, saya takkan dapat keluar tanpa budi baik
dari Baginda Rasyid, Baginda yang agung dan menghukum dengan penuh
pertimbangan.
Khalifah menjadi terkejut dan sedih mendengar ceritanya.
Khalifah pun memerintahkan agar ia dibebaskan dan dibekali sedikit uang
pengganti dari kerugian yang telah ia derita dan kehinaan yang dialaminya. Ia
pun memanjatkan doa dengan khusyu kepada Allah, satu-satunya Dzat yang
disembah, agar Khalifah Amirul Mukminin senantiasa bermarwah dan berbahagia,
selama matahari masih terbit dan selama burung masih berkicau.
Apresiasi unsur intrinsik
1. Tema : Balas Budi
2. Perwatakan
tokoh :
a) Si Kakek : Baik hati, pandai, taat, terlalu
mudah percaya pada siapapun, suka
menolong dan pasrah.
-
Baik Hati : Dia
rela menolong ular yang bahkan bisa membahayakan nyawanya sendiri.
-
Pandai : Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal
berotot kuat dan berotak encer.
-
Taat : Ia dikenal takut kepada Allah, gandrung pada
kebenaran, beribadah wajib setiap waktu, menjaga salat lima waktu dan selalu
mengusahakan membaca Al-Qur’an pagi dan petang.
-
Terlalu mudah percaya pada siapapun : Dia terlalu percaya bahkan pada hal
yang dia endiripun tahu jika itu dapat membunuhnya.
-
Suka menolong : bukankah aku telah menyelamatkanmu,
tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh?
-
Pasrah : Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup
bagiku, sebagai penolong terbaik .
b) Ular : Licik, jahat, suka berbohong, dan tidak
tahu balas budi.
-
Licik : Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke
mulutmu, padahal semua orang tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada
kesempatan.
-
Jahat : Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu
memilih yang mana; mau kumakan hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya
sama-sama membuatmu sekarat.
-
Suka berbohong : Pada awalnya dia berjanji hanya akan bersembunyi, tetapi
ternyata dia juga mengancam untuk memakan hati atau jantung si kakek.
-
Tidak tahu balas budi : Setelah diberi pertolongan oleh kakek, bukannya
berterima kasih, ular itu malah mau membunuh kakek.
c) Suara penolong : Baik hati,
suka menolong.
-
Baik hati : Dia
ada disaat yang tepat. Saat kakaek akan dibunuh oleh ular itu.
-
Suka menolong : Tuhan yang telah memberi pertolongan dengan
mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya.
Unsur Ekstrinsik
1) Nilai Moral : Kita dapat belajar bahwa menolong orang
itu memang baik, namun kita juga harus memikirkan pula tentang akibat dari pertolongan
kita itu.
2) Nilai
Pendidikan : Kita dapat belajar bahwa perbuatan baik
juga akan mendapatkan balasan yang baik pula.
3) Nilai Religius : Allah akan selalu melindungi hamba-Nya
yang taat kepada-Nya.
4) Nilai Sosial : Menolong sesama yang membutuhkan adalah
hal yang baik, apalagi bila memang sedang membutuhkan pertolongan.
5) Nilai Budaya : Budaya tolong-menolong antara kiat
memang harus selalu diterapkan dimanapun dan kapanpun.
6) Nilai Estetika : Hubungan antar umat manusia yang saling
tolong-menolong dan pertolongan Allah yang terkadang tak terduga.
UNSUR INSTRINSIK :
- Tema :
Perjalanan Hidup
- Alur :
Maju
Tahapan Alur:
- Pengenalan :
- Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan
beserta permaisurinya bibuang dari keinderaan sehingga sengsara hidupnya.
Itulah sebabnya kemudian ia dikenal sebagai si Miskin.(Pada paragraph 1)
- Muncul Konflik :
- Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah
sehingga memasyurkan kerajaan Puspa Sari dan menjadikan iri hati bagi
Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah.(Pada paragraph 7)
- Ketegangan :
- Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati
Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu
disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.(Paragraf 9)
- Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu,
Negeri Puspa Sari musnah terbakar.(Paragraf 10)
- Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma
berlindung di bawah pohon beringin. Ditangkapnya seekor burung untuk
dimakan. Waktu mencari api ke kampung, karena disangka mencuri, Marakarmah
dipukuli orang banyak, kemudian dilemparkan ke laut. Nila Kesuma ditemu
oleh Raja Mengindera Sari, putera mahkota dari Palinggam Cahaya, yang pada
akhirnya menjadi isteri putera mahkota itu dan bernama Mayang
Mengurai.(Paragraf 11)
- Penokohan : a.
Protagonis : Maharaja Indra
Angkasa
b.
Antagonis : Maharaja Indra Dewa
c.
Tritagonis : Marakarmah
4. Perwatakan
:
- Maharaja Indera Angkasa (Si Miskin) : Sabar, adil,
pemurah, mudah
terpengaruh.
Bukti :
- Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah
sehingga memasyhurkan kerajaan Puspa Sari….(Paragraf 7)
- Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati
Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu
disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.(Paragraf 9)
- Tuan Putri Ratna Dewi : Baik, penyayang
Bukti :
- Setelah genap bulannya kandunga itu, lahirlah anaknya
yang pertama laki-laki bernama Marakarmah (anak di dalam kesukaran) dan
diasuhnya dengan penuh kasih saying.
- Maharaja Indera Dewa (raja Antah Berantah) : Iri
hati, jahat, licik.
Bukti :
- ...menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di
negeri Antah Berantah.
(paragraph 7)
- Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah, oleh para
ahli nujum itu dikatakan bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma itu kelak
hanyalah akan mendatangkan celaka saja bagiorangtuanya. (Paragraf 8)
d.
Nila Kesuma : Patuh pada
orangtua
Bukti :
- Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati
Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu
disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.(Paragraf 9)
- Marakarmah : Patuh pada orangtua, bijaksana.
Bukti :
- Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati
Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu
disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.(Paragraf 9)
- Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah bundanya yang
telah jatuh miskin kembali. Dengan kesaktiannya diciptakannya kembali
Kerajaan Puspa Sari dengan segala perlengkapannya seperti dahulu
kala.Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian
dirajai oleh Raja Bujangga Indera (saudara Cahaya Chairani). (Paragraf 15)
- Cahaya Chairani : Baik hati
Bukti :
- Waktu Cahaya Chairani berjalan –jalan di tepi pantai,
dijumpainya Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya. Dilepaskan
tali-tali dan diajaknya pulang. (Paragraf 12)
- Nenek Kebayan : Baik hati, penolong, penyayang.
Bukti :
- Kemudian, ikan nun terdampar di dekat rumah Nenek
Kebayan yang kemudian terus membelah perut ikan nun itu dengan daun padi
karena mendapat petunjuk dari burung Rajawali, sampai Marakarmah dapat
keluar dengan tak bercela. (Paragraf 12)
- Kemudian, Marakarmah menjadi anak angkat Nenek Kebayan
yang kehidupannya berjual bunga. (Paragraf 13)
- Nahkoda kapal : Jahat
Bukti :
- Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani,
maka didorongnya Marakarmah ke laut…. (Paragraf 12)
5. Setting/ Latar :
- Setting Tempat :
- Negeri Antah Berantah,
- ..... dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu
berjalan mencari rezeki berkeliling di Negeri Antah Berantah di bawah
pemerintahan Maharaja Indera Dewa. (Paragraf 2)
- Di hutan,
- Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma
berlindung di bawah pohon beringin. (Paragraf 11)
- Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari
rezeki.(Paragraf 2)
- Di Pasar,
- Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya membawa mempelam
dan makanan-makanan yang lain. (Paragraf 4)
- Negeri Puspa Sari,
- Dengan takdir Allah terdirilah di situ sebuah kerajaan
yang komplet perlengkapannya. Si Miskin lalu berganti nama Maharaja Indera
Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi. Negerinya diberi
nama Puspa Sari.(Paragraf 6)
- Di lautan,
- Akan nasib Marakarmah di lautan, teruslah dia hanyut
dan akhirnya terdampar di pangkalan raksasa yang menawan Cahaya Chairani
(anak raja Cina) yang setelah gemuk akan dimakan. (Paragraf 12)
- Di tepi pantai pulau raksasa,
- Waktu Cahaya Chairani berjalan –jalan di tepi pantai,
dijumpainya Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya. Dilepaskan
tali-tali dan diajaknya pulang. (Paragraf 12)
- Di kapal,
- Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha lari dari
tempat raksasa dengan menumpang sebuah kapal. Timbul birahi nahkoda kapal
itu kepada Cahaya Chairani, maka didorongnya Marakarmah ke laut….(Paragraf
12)
- Negeri Palinggam Cahaya,
- Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang
bernama Maharaja Malai Kisna
di Mercu Indera dan
menggantikan mertuanya itu menjadi Sultan Mangindera Sari menjadi
r aja di Palinggam Cahaya.
(Paragraf 16)
b. Setting Suasana :
- Tegang, mencekam dan
ketakutan,
- Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh
penduduk secara beramai-ramai dengan disertai penganiayaan sehingga
bengkak-bengkak dan berdarah-darah tubuhnya. (Paragraf 2)
- Setelah ditolak oleh isterinya, dengan hati yang sebal
dan penuh ketakutan, pergilah si Miskin menghadap raja memohon
mempelam.(Paragraf 4)
- Waktu mencari api ke kampung, karena disangka mencuri,
Marakarmah dipukuli orang banyak, kemudian dilemparkan ke laut.(Paragraf
11)
- Bahagia,
- Setelah genap bulannya kandungan itu, lahirlah anaknya
yang pertama laki-laki bernama Marakarmah (anak di dalam kesukaran) dan
diasuhnya dengan penuh kasih saying.(Paragraf 5)
- Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak
sebagai tempat tinggal, didapatnya sebuah tajau yang penuh berisi emas
yang tidak akan habis untuk berbelanja sampai kepada anak cucunya. Dengan
takdir Allah terdirilah di situ sebuah kerajaan yang komplet
perlengkapannya. Si Miskin lalu berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan
isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi. Negerinya diberi nama Puspa
Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang kedua, perempuan, bernama
Nila Kesuma.(Paragraf 6)
- Menyedihkan,
- Sepanjang perjalanan menangislah si Miskin berdua itu
dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya
berjalan mencari rezeki. (Paragraf 2)
c. Setting Waktu : Malam, siang
- Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari
rezeki. Demikian seterusnya.(paragraf 2)
6. Sudut Pandang Pengarang :
Orang ketiga, karena pengarang hanya berperan sebagai
Gaya Bahasa : Melayu Klasik
- . Tuan jangan menangis. Biar Kakanda pergi mencari buah
mempelam itu. (Paragraf 3)
- Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak
sebagai tempat tinggal, didapatnya sebuah tajau yang penuh berisi emas
yang tidak akan habis untuk berbelanja sampai kepada anak cucunya.
(paragraf 6)
8. Amanat :
- Janganlah mudah terpengaruh
dengan kata-kata oran lain.
- Hadapilah semua rintangan
dan cobaan dalam hidup dengan sabar dan rendah hati.
- Jangan memandang seseorang
dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah ke dalam hatinya.
- Hendaknya kita dapat
menolong sesama yang mengalami kesukaran.
- Janganlah kita mudah
menyerah dalam menghadapi suatu hal.
NILAI-NILAI DALAM HIKAYAT SI MISKIN
- Nilai Moral
- Kita harus bersikap bijaksana
dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.
- Jangan kita terlalu
memaksakan kehendak kita pada orang lain.
- Kita harus saling tolong-menolong
terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
- Jangan mudah iri kepada orang
lain, karena hal tersebut dapat mendorong kita untuk berbuat hal yang tidak
baik.
- Nilai Budaya
- Sebagai seorang anak kita
harus menghormati orangtua.
- Hendaknya seorang anak dapat
berbakti pada orang tua.
- Seorang anak hendaknya dapat
membahagiakan orangtuanya.
- Nilai Sosial
- Kita harus saling tolong-menolong
terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
- Hendaknya kita mau berbagi
untuk meringankan beban orang lain.
- Seorang pemimpin harus
memiliki sikap adil dan pemurah kepada rakyatnya.
“HIK AYAT BUNGA KEMUNING”
Dahulu kala, ada seorang raja yang memiliki sepuluh orang puteri yang
cantik-cantik. Sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana. Tetapi ia terlalu
sibuk dengan kepemimpinannya, karena itu ia tidak mampu untuk mendidik
anak-anaknya. Istri sang raja sudah meninggal dunia ketika melahirkan anaknya
yang bungsu, sehingga anak sang raja diasuh oleh inang pengasuh. Puteri-puteri
Raja menjadi manja dan nakal. Mereka hanya suka bermain di danau. Mereka tak
mau belajar dan juga tak mau membantu ayah mereka. Pertengkaran sering terjadi
diantara mereka.
Kesepuluh
puteri itu dinamai dengan nama-nama warna. Puteri Sulung bernama Puteri Jambon.
Adik-adiknya dinamai Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Kelabu,
Puteri Oranye, Puteri Merah Merona, Puteri Kuning dan 2 puteri lainnya. Baju
yang mereka pun berwarna sama dengan nama mereka. Dengan begitu, sang raja yang
sudah tua dapat mengenali mereka dari jauh. Meskipun kecantikan mereka hampir
sama, si bungsu Puteri Kuning sedikit berbeda, Ia tak terlihat manja dan nakal.
Sebaliknya ia selalu riang dan dan tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih
suka bebergian dengan inang pengasuh daripada dengan kakak-kakaknya.
Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia
mengumpulkan semua puteri-puterinya. "Aku hendak pergi jauh dan lama.
Oleh-oleh apakah yang kalian inginkan?" tanya raja. "Aku ingin
perhiasan yang mahal," kata Puteri Jambon. "Aku mau kain sutra yang
berkilau-kilau," kata Puteri Jingga. 9 anak raja meminta hadiah yang
mahal-mahal pada ayahanda mereka. Tetapi lain halnya dengan Puteri Kuning. Ia
berpikir sejenak, lalu memegang lengan ayahnya. "Ayah, aku hanya ingin
ayah kembali dengan selamat," katanya. Kakak-kakaknya tertawa dan
mencemoohkannya. "Anakku, sungguh baik perkataanmu. Tentu saja aku akan
kembali dengan selamat dan kubawakan hadiah indah buatmu," kata sang raja.
Tak lama kemudian, raja pun pergi.
Selama sang raja pergi, para puteri semakin nakal dan
malas. Mereka sering membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan agar
menuruti mereka. Karena sibuk menuruti permintaan para puteri yang rewel itu,
pelayan tak sempat membersihkan taman istana. Puteri Kuning sangat sedih
melihatnya karena taman adalah tempat kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Puteri
Kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu. Daun-daun kering
dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan pohon dipangkasnya
hingga rapi. Semula inang pengasuh melarangnya, namun Puteri Kuning tetap
berkeras mengerjakannya.
Kakak-kakak Puteri Kuning yang melihat adiknya
menyapu, tertawa keras-keras. "Lihat tampaknya kita punya pelayan
baru,"kata seorang diantaranya. "Hai pelayan! Masih ada kotoran
nih!" ujar seorang yang lain sambil melemparkan sampah. Taman istana yang
sudah rapi, kembali acak-acakan. Puteri Kuning diam saja dan menyapu
sampah-sampah itu. Kejadian tersebut terjadi berulang-ulang sampai Puteri
Kuning kelelahan. Dalam hati ia bisa merasakan penderitaan para pelayan yang
dipaksa mematuhi berbagai perintah kakak-kakaknya.
"Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah
tak perlu membawakan apa-apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja!"
Kata Puteri Kuning dengan marah. "Sudah ah, aku bosan. Kita mandi di danau
saja!" ajak Puteri Nila. Mereka meninggalkan Puteri Kuning seorang diri.
Begitulah yang terjadi setiap hari, sampai ayah mereka pulang. Ketika sang raja
tiba di istana, kesembilan puteri nya masih bermain di danau, sementara Puteri
Kuning sedang merangkai bunga di teras istana. Mengetahui hal itu, raja menjadi
sangat sedih. "Anakku yang rajin dan baik budi! Ayahmu tak mampu memberi
apa-apa selain kalung batu hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu!"
kata sang raja.
Raja memang sudah mencari-cari kalung batu kuning di
berbagai negeri, namun benda itu tak pernah ditemukannya. "Sudahlah Ayah,
tak mengapa. Batu hijau pun cantik! Lihat, serasi benar dengan bajuku yang
berwarna kuning," kata Puteri Kuning dengan lemah lembut. "Yang
penting, ayah sudah kembali. Akan kubuatkan teh hangat untuk ayah,"
ucapnya lagi. Ketika Puteri Kuning sedang membuat teh, kakak-kakaknya
berdatangan. Mereka ribut mencari hadiah dan saling memamerkannya. Tak ada yang
ingat pada Puteri Kuning, apalagi menanyakan hadiahnya. Keesokan hari, Puteri
Hijau melihat Puteri Kuning memakai kalung barunya. "Wahai adikku, bagus
benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, karena aku adalah Puteri
Hijau!" katanya dengan perasaan iri.
Ayah memberikannya padaku, bukan kepadamu," sahut
Puteri Kuning. Mendengarnya, Puteri Hijau menjadi marah. Ia segera mencari
saudara-saudaranya dan menghasut mereka. "Kalung itu milikku, namun ia
mengambilnya dari saku ayah. Kita harus mengajarnya berbuat baik!" kata
Puteri Hijau. Mereka lalu sepakat untuk merampas kalung itu. Tak lama kemudian,
Puteri Kuning muncul. Kakak-kakaknya menangkapnya dan memukul kepalanya. Tak
disangka, pukulan tersebut menyebabkan Puteri Kuning meninggal. "Astaga!
Kita harus menguburnya!" seru Puteri Jingga. Mereka beramai-ramai
mengusung Puteri Kuning, lalu menguburnya di taman istana. Puteri Hijau ikut
mengubur kalung batu hijau, karena ia tak menginginkannya lagi.
Sewaktu raja mencari Puteri Kuning, tak ada yang tahu
kemana puteri itu pergi. Kakak-kakaknya pun diam seribu bahasa. Raja sangat
marah. "Hai para pengawal! Cari dan temukanlah Puteri Kuning!"
teriaknya. Tentu saja tak ada yang bisa menemukannya. Berhari-hari,
berminggu-minggu, berbulan-bulan, tak ada yang berhasil mencarinya. Raja sangat
sedih. "Aku ini ayah yang buruk," katanya." Biarlah anak-anakku
kukirim ke tempat jauh untuk belajar dan mengasah budi pekerti!" Maka ia
pun mengirimkan puteri-puterinya untuk bersekolah di negeri yang jauh. Raja
sendiri sering termenung-menung di taman istana, sedih memikirkan Puteri Kuning
yang hilang tak berbekas.
Suatu hari, tumbuhlah sebuah tanaman di atas kubur
Puteri Kuning. Sang raja heran melihatnya. "Tanaman apakah ini? Batangnya
bagaikan jubah puteri, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau, bunganya
putih kekuningan dan sangat wangi! Tanaman ini mengingatkanku pada Puteri
Kuning. Baiklah, kuberi nama ia Kemuning.!" kata raja dengan senang. Sejak
itulah bunga kemuning mendapatkan namanya. Bahkan, bunga-bunga kemuning bisa
digunakan untuk mengharumkan rambut. Batangnya dipakai untuk membuat
kotak-kotak yang indah, sedangkan kulit kayunya dibuat orang menjadi bedak.
Setelah mati pun, Puteri Kuning masih memberikan kebaikan.
Singkat Cerita “Hikayat Bunga
Kemuning”
Dahulu kala
ada seorang raja yang memiliki 10 orang puteri yang diberi nama Puteri Jambon,
Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Ungu, Puteri Kelabu, Puteri
Biru, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona dan Puteri Kuning.Istri raja meninggal
dunia setelah melahirkan Puteri Kuning. Ke-9 puteri sangat manja dan nakal,
berbeda dengan si bungsu Puteri Kuning yang ramah dan baik hati.
Suatu hari
raja hendak pergi jauh. Ke-9 puterinya meminta oleh-oleh yang mewah, namun
Puteri Kuning hanya memint ayahnya kembali dengan selamat.
Ketika sang
raja pulang, ia memberi Puteri Kuning sebuah kalung batu hijau. Puteri Hijau
merasa cemburu, ia bersama saudaranya yang lain memukul kepala Puteri Kuning
hingga ia meninggal. Tanpa sepengetahuan orang-orang istana, ke-9 puteri
mengubur Puteri Kuning.
Mengetahui
puteri bungsunya hilang, sang raja mencarinya, namun pencariannya tak
membuahkan hasil.
Suatu hari tumbuhlah sebuah tanaman di atas kubur Puteri Kuning.Karena tanaman
tersebut nampak seperti Puteri Kuning, maka sang raja menamainya Puteri Kemuning.
UNSUR INTRINSIK
Alur/plot : Alur Maju
Bukti : karna dalam cerita ini tidak
menceritakan tentang masa lalu.
Tema : Kekeluargaan, Kerajaan
dan Kasih sayang
tulus seorang anak kepada ayahnya.
Latar/setting :
1. Latar tempat :
Kerajaan (bukti: hikayat ini
mengisahkan tentang kerajaan jaman dahulu.)
Taman (bukti : tanpa ragu, putri
kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu.)
Danau (bukti : ketika sang raja tiba
di istana kesembilan putrinya masih bermain di danau.)
Teras istana (bukti : sementara
putri kuning sedang merangkai bunga di teras istana.)
2. Latar waktu : Pada zaman dahulu kala
3. Latar suasana : Sedih (bukti: berhari-hari, berminggu-minggu,
berbulan-bulan, tak ada yang berhasil menemukan Putri
Kemuning. Raja
sangat sedih. "Aku ini ayah yang buruk," katanya.)
Tokoh:
1. Protagonis : Raja dan Putri
Kuning
2. Antagonis : Putri
Jingga, Putri Nila, Putri Hijau, Putri Kelabu, Putri Oranye, Putri Merah
Merona, Putri Kuning dan 2 putri lainnya.
Karaker
tokoh-tokoh
1. Raja :
Bijaksana (bukti: sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana)
Penyayang (bukti: sang raja sangat menyayangi anak-anaknya)
2. Putri kuning :
Baik hati (bukti: karna para inang sibuk untuk menuruti permintaan
kakak-kakaknya, taman menjadi tidak ada yang membersihkan. Tapi dengan senang
hati putri kuning mau membantu membersihkan taman.)
Penyabar (bukti: “Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!” ujar seorang yang
lain sambil melemparkan sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali
acak-acakan. Putri kuning diam saja dan menyapu sampah sampah itu.)
Ramah (bukti: Sebaliknya ia selalu riang dan tersenyum ramah kepada
siapa pun.)
3. Puteri
Hijau : Jahat, mudah iri (bukti: Puteri Hijau
melihat Puteri Kuning memakai kalung barunya. "Wahai adikku, bagus benar
kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, karena aku adalah Puteri
Hijau!" katanya dengan perasaan iri)
4. Kakak-kakak putri kuning : Nakal, manja, jahat. (bukti: sering
membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan agar menuruti mereka, merampas
kalung putri kuning, menangkap dan memukul kepala putri kuning sampai putri
kuning meninggal dan menguburnya tanpa memberitahu ayahnya (raja).
Sudut Pandang : Orang Pertama dan orang
ketiga.
Amanat :
-Berlaku baiklah kepada sesama saudara kita
-Berfikirlah terlebih dahulu ketika kita akan bertindak
UNSUR EKSTRINSIK
? Nilai Sosial
Mencoba untuk lebih baik
? Nilai Agama
Berbuat baik walaupun dibalas kejahatan
(Bukti agama islam)
“Sesungguhnya rahmat Allah Swt amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf:
56)
“Dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak, karib
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga
yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil (orang yang bepergian) dan hamba sahayamu
(pembantu).” (QS. An-Nisa [4]: 36).
“Balaslah perbuatan buruk mereka dengan yg lebih
baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.” (Q.S. Al-Mu’minun [23]: 96)
“Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan
pula.” (QS. Ar-Rahman [55]: 60).
“Mereka itu diberi pahala dua kali lipat disebabkan
kesabaran mereka dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan dan sebagian dari
apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan.”(QS. Al-Qashash [28]:54)
“Siapa yang datang membawa kebaikan, baginya pahala
yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan siapa yang datang membawa
kejahatan, tidaklah diberi balasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan
kejahatan itu, melainkan seimbang dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.” (SQ. Al-Qashash [28]:84)
Allah Ta’ala berfirman,
إِذَا
زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2)
وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4)
بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (5) يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا
لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ (6
فَمَنْ
يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
شَرًّا يَرَهُ (8)
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi
telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya:
“Mengapa bumi (menjadi begini)?”, pada hari itu bumi menceritakan beritanya,
karena sesungguhnya Rabbmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu)
kepadanya. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan
bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan
mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikansekecil apa pun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatansekecil
apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al
Zalzalah: 1-8)
فَمَنْ
يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
شَرًّا يَرَهُ (8)
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apa pun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apa
pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.“
يَوْمَ
تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُحْضَرًا وَمَا عَمِلَتْ مِنْ
سُوءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ أَمَدًا بَعِيدًا
“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan
(dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau
kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh.“ (QS. Ali Imran:
30).
? Nilai Moral
Keburukan akan terbongkar dengan sendirinya walaupun ditutupi.
? Nilai Budaya
Sopan dan
santun kepada orang tua, Pada jaman dahulu tentang pemberian nama putri atau
putra.
Gaya Bahasa :
Majas metafora
: Batangnya bagaikan jubah puteri,
daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau, bunganya putih kekuningan dan
sangat wangi!
Majas ironi : "Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya
kalung itu menjadi milikku”
Majas Paradoks : Meskipun kecantikan mereka hampir sama, si bungsu
Puteri Kuning sedikit berbeda, Ia tak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya ia
selalu riang dan dan tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih suka bebergian
dengan inang pengasuh daripada dengan kakak-kakaknya.