BERKURANGNYA ORANG UTAN DI EKOSISTEM
HUTAN HUJAN TROPIS
Orang
utan
(atau orangutan, nama lainnya adalah mawas) adalah sejenis kera
besar dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan atau cokelat, yang hidup di hutan tropika Indonesia dan Malaysia, khususnya di Pulau Kalimantan dan Sumatera.
Istilah
"orang utan" diambil dari kata dalam bahasa melayu, yaitu 'orang' yang berarti manusia
dan 'utan' yang berarti hutan. Orang utan mencakup dua sub-spesies,
yaitu orang utan sumatera (Pongo abelii) dan orang utan kalimantan
(borneo) (Pongo pygmaeus). Yang unik adalah orang utan memiliki
kekerabatan dekat dengan manusia pada tingkat kingdom
animalia, dimana orang utan memiliki tingkat kesamaan DNA
sebesar 96.4%.
Orangutan
ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di pulau Borneo dan Sumatra di wilayah bagian
negara Indonesia dan Malaysia. Mereka biasa tinggal di pepohonan lebat
dan membuat sarangnya dari dedaunan. Orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan,
mulai dari hutan keruing, perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai,
hutan rawa air tawar, rawa
gambut, tanah kering di atas rawa bakau
dan nipah, sampai ke hutan pegunungan
Meskipun
orangutan termasuk hewan omnivora, sebagian besar
dari mereka hanya memakan tumbuhan. 90% dari
makanannya berupa buah-buahan. Makanannya antara lain adalah kulit
pohon, dedaunan, bunga, beberapa jenis serangga, dan sekitar 300 jenis buah-buahan
Selain
itu mereka juga memakan nektar,madu
dan jamur. Mereka juga gemar makan durian, walaupun aromanya tajam, tetapi mereka menyukainya.
Orangutan bahkan tidak perlu meninggalkan pohon mereka jika ingin minum. Mereka
biasanya meminum air yang telah terkumpul di lubang-lubang di
antara cabang pohon.
1. Penyebab
berkurangnya orang utan di ekosistem hutan hujan tropis
· Pembukaan Lahan dan Konversi
Perkebunan
Di Sumatra, populasinya hanya berada
di daerah Leuser, yang luasnya 2.6 juta hektare yang mencakup Aceh dan Sumatera
Utara. Leuser telah dinyatakan sebagai salah satu dari kawasan keanekaragaman hayati yang terpenting dan
ditunjuk oleh UNESCO
sebagai Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera
pada tahun 2004. Ekosistemnya menggabungkan Taman Nasional Gunung Leuser, tetapi
kebanyakan para Orangutan tinggal diluar batas area yang dilindungi, dimana
luas hutan berkurang sebesar 10-15% tiap tahunnya untuk dijadikan sebagai area
penebangan dan sebagai kawasan pertanian.
Indonesia merupakan salah satu negara
yang mengalami berkurangnya jumlah hutan tropis
terbesar didunia. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya laju deforestasi.
Sekitar 15 tahun yang lalu, tercatat sekitar 1.7 juta hektare luas hutan yang
terus ditebang setiap tahunnya di Indonesia, dan terus bertambah pada tahun
2000 sebanyak 2 juta hektare.
Penebangan legal dan ilegal telah
membawa dampak penyusutan jumlah hutan di Sumatra. Pembukaan hutan sebagai
ladang sawit di Sumatra dan Kalimantan juga telah mengakibatkan pembabatan
hutan sebanyak jutaan hektare, dan semua dataran hutan yang tidak terlindungi
akan mengalami hal yang sama nantinya.
Konflik
mematikan yang sering terjadi di perkebunan adalah saat dimana Orangutan yang
habitatnya makin berkurang karena pembukaan hutan harus mencari makanan yang
cukup untuk bertahan hidup. Spesies yang dilindungi dan terancam punah ini
seringkali dipandang sebagai ancaman bagi keuntungan perkebunan karena mereka
dianggap sebagai hama
dan harus dibunuh.
Orangutan biasanya dibunuh saat mereka
memasuki area perkebunan dan merusak tanaman. Hal ini sering terjadi karena
orangutan tidak bisa menemukan makanan yang mereka butuhkan di hutan tempat
mereka tinggal.
·
Perdagangan Ilegal
Secara
teori, orangutan telah dilindungi di Sumatra dengan peraturan
perundang-undangan sejak tahun 1931, yang melarang untuk memiliki, membunuh
atau menangkap orangutan. Tetapi pada prakteknya, para pemburu masih sering
memburu mereka, kebanyakan untuk perdagangan hewan. Pada hukum internasional,
orangutan masuk dalam Appendix I dari daftar CITES(Convention
on International Trade in Endangered Species) yang melarang dilakukannya perdagangan
karena mengingat status konservasi dari spesies ini dialam bebas. Namun, tetap
saja ada banyak permintaan terhadap bayi orangutan, baik itu permintaan lokal,
nasional dan internasional untuk dijadikan sebagai hewan peliharaan. Anak
orangutan sangat bergantung pada induknya untuk bertahan hidup dan juga dalam
proses perkembangan, untuk mengambil anak dari orangutan maka induknya harus
dibunuh. Diperkirakan, untuk setiap bayi yang selamat dari penangkapan dan
pengangkutan merepresentasikan kematian dari orangutan betina dewasa.
Menurut
data dari website WWF, diperkirakan telah terjadi
pengimporan orangutan bernama ke Taiwan sebanyak 1000 ekor yang terjadi antara
tahun 1985 dan 1990. Untuk setiap orangutan yang tiba di Taiwan, maka ada 3
sampai 5 hewan lain yang mati dalam prosesnya.
Perdagangan
orangutan dilaporakan juga terjadi di Kalimantan, dimana baik orangutan itu
hidaup atau mati juga masih tetap terjual.
2. Efek Berkurangnya
orang utan di ekosistem hutan hujan tropis
·
Sawit
Indonesia Ditolak Amerika Serikat
Sejak 28 Januari 2012 lalu ekspor
produk kelapa sawit asal Indonesia ditolak masuk ke Amerika Serikat (AS) karena
tudingan tidak ramah lingkungan dan membahayakan habitat orangutan. Keputusan
AS tersebut diambil setelah negara adidaya tersebut menerima pengaduan Environmental
Protection Agency, otoritas setempat yang perhatian terhadap persoalan lingkungan
hidup. Penolakan AS ini tentu membuat daya saing kelapa sawit Indonesia
melemah. Oleh karena itu, wajar jika Presiden Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono dan Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, turut berang. Namun menyalahkan
dan mengkambinghitamkan AS atas boikot ini adalah tindakan yang tidak tepat.
Janganlah buruk rupa cermin dibelah. Jauh lebih arif pemerintah turun langsung
ke lapangan untuk melihat betapa peralihan lahan perkebunan sawit telah merusak
habitat orangutan dan satwa liar lainnya.
Kepunahan
Orangutan Diangkat ke LayarLebar Hollywood
Sungguh ironis memang, di saat
sebagian besar orang Indonesia tidak peduli akan kepunahan orangutan, para
aktivis lingkungan hidup Amerika Serikat justru bekerjasama dengan Warner
Bros Pictures untuk mengangkat isu ini ke layar lebar berjudul Born
to Be Wild. Tak tanggung-tanggung, film ini dinarasikan oleh
salah satu artis Hollywood papan atas, Morga Freeman. Itikad baik ini perlu
kita dukung bersama, supaya semakin banyak masyarakat Indonesia yang menyadari
pentingnya kelestarian satwa liar. Semoga saja banyak sineas Indonesia ke
depannya yang peduli untuk mengangkat isu kepunahan orangutan ke layar lebar
juga.
3. Pengaruh
Berkurangnya Orang Utan di Ekosistem Hutan Hujan Tropis Pada Rantai Makanan .
Sang
Pemelihara dan Penjaga Hutan
Mengapa orangutan penting bagi hutan dan manusia? Orangutan adalah pemelihara
hutan. Bagaimana cara mereka melakukannya? Orangutan membantu menyebarkan biji tanaman. Saat memakan buah, mereka mengeluarkan bijinya bersama kotoran mereka. Biji-bji itu menyebar ke tempat yang luas. Jika jatuh ke tanah subur, maka biji akan
tumbuh
menjadi pohon baru
Selain itu orangutan juga membantu pertumbuhan
pohon baru. Pohon membutuhkan sinar matahari. Karena hutan sangat lebat, sinar
matahari terhalang sampai ke tanah. Akibatnya pohon-pohon kecil tidak mendapat
sinar matahari dan terganggu pertumbuhannya. Saat makan atau membuat sarang,
orangutan mematahkan dahan pohon dan mengambil daun-daunan. Bagian atas pohon
menjadi terbuka sehingga sinar matahari dapat sampai di permukaan tanah.
Jadi ketika jumlah orang utan mulai berkurang
pemelihara dan penjaga hutanpun kan semakin berkurang , jumlah pohon baru yang
dapat dimanfaatkan oleh spesies lainpun sdah tak terlalu banyak . jadi akan
berimbas pula kepada rantai makanan didlam ekosistem tersebut .
4.
Cara Mengatasi Berkurangnya Orang Utan di
Ekosistem Hutan Hujan Tropis
·
Kebijakan dan Aturan Yang Terkait
Dengan Orangutan
Salah
satu undang-undang yang sangat penting adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, termasuk
turunannya yaitu Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan
Tumbuhan dan Satwa Liar dan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang
Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar. Hukum yang dibuat pemerintah ini harus
ditegakkan oleh pelaku hukum agar tidak ada penyuapan untuk pembukaan lahan
yang merusak atau mengambil alih habitat orangutan agar tidak terjadi konflik
antara manusia dan orangutan. Pembantaian dan penjualan orangutan juga harus
ditindak secara hukum yang berlaku bagi pihak yang melanggarnya.
· Memperbaiki habitat
orangutan
Sebagai
langkah awal dalam penyelamatan Orangutan dari kepunahan adalah dengan cara
menyelamatkan habitatnya terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
penghentian pembukaan hutan untuk lahan perkebunan sawit, berperang melawan
illegal logging, reboisasi, membatasi jarak habitat orangutan dengan pemukiman
penduduk dan menggalakkan gerakan tanam seribu pohon.
Mustahil
kita melestarikan orangutan tanpa melestarikan habitatnya, karena orangutan
adalah satwa liar yang lebih suka hidup di alam bebas dari pada di penangkaran
atau di kebun binatang. Penelitian membuktikan orangutan yang tinggal di
penangkaran dan karantina umurnya lebih pendek dari orang utan yang hidup di
alam bebas. Jadi, rehabilitasi habitat orangutan adalah harga mutlak dalam
usaha pelestarian Orangutan.
· Konservasi
Jumlah orangutan yang berada di kebun binatang atau taman
margasatwa dan taman safari di Indonesia pada tahun 2006 sebanyak 203 individu
(Laporan Seksi Lembaga Konservasi, 2007). Standar operasional minimum untuk
kebun binatang (zoo minimum operating standards) di Indonesia telah ada dan
menjadi keharusan bagi anggota PKBSI (Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia)
untuk ditaati. Tetapi proses monitoring dan evaluasi terhadap kebun binatang
belum berjalan baik menyebabkan banyak anak orangutan yang dilahirkan di sana
tidak mencapai usia dewasa.
Kebun binatang dan taman safari di Indonesia diharapkan bisa lebih
berperan dalam konservasi orangutan, dengan lebih meningkatkan program
pendidikan dan penyadartahuan masyarakat dan tidak berorientasi bisnis semata.
Selain itu, praktik pemeliharaan (husbandry) di seluruh kebun binatang yang ada
di Indonesia perlu
ditingkatkan
dan dievaluasi secara teratur oleh PKBSI dengan melibatkan para ahli untuk
menjamin kualitas pelaporan dan transparansi.
Laporan dari International Studbook of Orangutan in World Zoos
(2002) mencatat 379 orangutan borneo, 298 orangutan sumatera, 174 orangutan
hibrid, dan 18 orangutan yang tidak diketahui atau tidak jelas asal-usulnya
dipelihara di berbagai kebun binatang seluruh dunia. Perlu dicatat bahwa jumlah
itu hanya berasal dari kebun binatang yang memenuhi permintaan data dari
pemegang studbook yang ditunjuk, sehingga ada sejumlah orangutan lainnya tidak
tercatat dan diketahui pasti jumlahnya. Selain membuat kebijakan yang mengatur
pengelolaan populasi orangutan di kebun binatang dan taman safari, pemerintah
juga sebaiknya mengembangkan sistem pendataan nasional yang diperlukan untuk
memantau keberadaan populasi orangutan di berbagai kebun binatang dan taman
safari di Indonesia.
Apa aksi yang
dapat Anda lakukan untuk membantu menyelamatkan orangutan?
·
Jangan membeli atau memelihara orangutan di
rumah. Tempat tinggal orangutan adalah di hutan, bukan di rumah.
·
Mengajak orang lain di sekitar kita untuk
peduli pada kelestarian orangutan.
·
Jangan beli produk yang berasal dari hutan,
perkebunan kelapa sawit yang tidak dikelola dengan prinsip ramah lingkungan
(berkelanjutan).
·
Batasi dan berhemat dalam penggunaan kertas
dalam rangka mengurangi penebangan pohon untuk konsumsi kertas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar