Tubuh Abdullah bin Khabab, sahabat Nabi itu diseret kemudian
disiksa hingga tewas. Belum puas, Hubla istri Abdullah mengalami nasib lebih
tragis. Perutnya dibelah dan isinya dikeluarkan. Keluarganya dari anak anak
hingga orang tua juga dibantai tidak tersisa.
Begitulah cerita yang saya kutip dari Dr. Mustafa Murad, guru
besar ahlussunah universitas Al-Azhar. Pelaku sadis tersebut adalah Khawarij,
kaum pembangkang dijaman pemerintahan Imam Ali, sepupu dan sahabat Nabi
Muhammad. Peristiwa memilukan itu lalu menjadi alasan sahih bagi Imam Ali untuk
memulai operasi militer menumpas Khawarij.
Sesaat sebelum perang melawan pembangkang khawarij di Nahrawan
meletus, Imam Ali mengutus sahabat besar Nabi Muhammad, Abdullah bin Abbas
untuk berdialog dan menyelidiki keadaan mereka.
Mari kita dengarkan penjelasan Abdullah bin Abbas tentang
ciri-ciri Khawarij, “Mereka adalah kaum yang menakjubkan dalam hal ibadah.
Tampak bekas-bekas sujud di dahi mereka. Siang hari mereka berpuasa dan malam
hari diisi dengan tahajjud dan membaca al-Quran. Mereka adalah qori dan kaum
penghafal al-Quran. Tubuh mereka kurus dan pucat karena banyak berpuasa.
Pakaian mereka tampak kasar dan menjauhi dunia. Mungkinkah mereka tersesat?”
Ketika mendengar penjelasan ibnu Abbas, sambil memandang
kejauhan, Imam Ali menjawab : “Wahai Ibnu Abbas, seandainya tidak ada aku
(setelah Rasulullah), maka tidak ada seorangpun yang sanggup dan yakin melawan
mereka. Tapi cukuplah sebagai bukti kebenaranku, bahwa esok setelah peperangan,
tidak lebih 10 orang dari mereka yang masih hidup, dan tidak lebih dari 10
orang pasukanku yang binasa.”
Ucapan Imam Ali terbukti. Setelah perang, hanya 7 orang
pasukan Ali yang binasa dan hanya 9 orang pasukan Khawarij yang hidup.
Jauh sebelum Perang Nahwaran terjadi, Rasulullah Saw sudah
meramalkan kedatangan mereka. Dahulu, di jaman Nabi di Madinah, ada seorang
yang jika sholat, dia sudah datang sebelum sahabat nabi datang. Dan masih
sholat, saat sahabat Nabi pulang. Kagum atas ibadah orang ini, sahabat Nabi menceritakan
kepada Nabi. Ketika Nabi melihatnya, Nabi berkata, “Aku seperti melihat bekas
tamparan setan diwajahnya.”
Lalu Nabi mendatangi orang tersebut dan bertanya,”Apakah waktu
kamu sholat, kamu merasa tidak ada yang lebih baik dari dirimu?”
“Benar, “ jawab orang tersebut, sambil masuk ke mesjid.
Nabi Muhammad lalu berkata kepada sahabatnya,”Kelak akan
muncul kaum dari keturunan orang tersebut. Bacaan al-Quran kamu tidak ada
nilainya dibandingkan bacaan mereka, dan sholat kamu tidak ada nilainya
dibandingkan sholat mereka, dan puasa kamu tidak ada artinya dibandingkan puasa
mereka. Mereka membaca al-Quran sehingga kamu akan menyangka bahwasanya
al-Quran itu milik mereka saja, padahal sebenarnya al-Quran itu akan melaknat
mereka. Umatku akan menderita di tangan mereka. Merekalah seburuk-buruknya
manusia. Jika aku hidup saat itu, aku akan bangkit melawan mereka. (Shahih
Bukhari Muslim).
Jadi, manusia paling buruk dimuka bumi, menurut Nabi Muhammad,
ternyata bukanlah kaum pagan, atau kaum musyrik, atau kaum penyembah berhala
atau ateis. Ternyata manusia yang paling buruk menurut Nabi, adalah mereka yang
justru menjadi ahli ibadah, ahli sujud, ahli al-Quran dan ahli puasa tetapi
merasa paling baik dan merasa paling menjalankan syariah Islam. Mereka
menganggap sholat kita tidak sebanding dengan sholat mereka, puasa kita
dipandang tidak ada apa-apanya dibandingkan puasa mereka tetapi saat bersamaan
mereka mengkafirkan siapapun yang tidak sependapat dengan mereka. Selain itu,
mereka berani menumpahkan darah siapapun yang beroposisi dengan mereka.
Maka jika Anda melihat orang besorban dan berjidat hitam
karena banyak sujud, maka Anda jangan kagum terlebih dahulu. Perhatikan, apakah
dia mudah mengkafirkan orang lain atau merasa kelompoknya yg paling baik? Jika
jawabannya iya, bisa jadi orang tersebut sudah terjangkit virus Khawarij.
Mereka adalah manusia yang paling buruk.
Kaum yang merasa paling suci dan paling baik inilah yang
diperangi Imam Ali di Nahrawan. Mereka memang ditumpas habis oleh Imam Ali,
tapi embrio Khawarij abadi.
1400 tahun setelah tertumpasnya Khawarij di Nahwaran, kaum
yang paling merasa suci sehingga merasa memiliki hak untuk membunuh siapapun
ini, muncul tepat dijantung Timur Tengah. Mereka muncul dalam bentuknya yang
paling bengis. ISIS.
Daulah Islam Irah dan Suriah, lahir dari rahim al-Qaeda, dan
kini organisasi teroris ini meluluh lantakkan Suriah dan Irak. Mereka
menggunakan nama Islam hanya untuk membohongi manusia.
Suriah yang awalnya damai, negeri yang indah yang dihuni
berbagai agama, negeri harmonis dimana Anda dapat menyaksikan Muslim Sunni
duduk bersama Muslim Syiah, seorang Muslim bahu membahu dengan Kristen, sebuah
masjid berdampingan gereja, kini luluh lantak diterjang kekerasan memilukan.
ISIS hampir melakukan semua kejahatan dan kebengisan yang
hanya ada di abad-abad pertengahan. Mereka bukan hanya membunuh tawanan yang
sudah menyerah bahkan mengeksekusi-nya di depan wanita dan anak-anak. Mereka
juga menyembelih, menyiksa dan memutilasi mayat, menyalib pendeta dan para
ulama, merusak masjid dan gereja.
Para korban bukan hanya kombatan, bahkan orang tua berusia
lebih dari 100 tahun, wanita dan anak-anak juga menjadi target mereka.
Perbuatan bengis ini melanggar prinsip-prinsip Islam yang
paling dasar. Mereka berniat mendirikan Negara Islam justru dengan melanggar
syariat Islam. Membunuh orang tua, wanita dan anak-anak, merusak masjid dan
gereja — dilarang keras dalam Islam. Bahkan dalam kondisi perang sekalipun.
Tidak heran jika Syaikh Ali Jumuah, ulama besar al-Azhar
berkata: “Takfiri (kaum yang suka mengkafirkan) adalah musuh kemanusiaan.
Perang berkepanjangan di Afghanistan seharusnya menjadi pelajaran. Takfiri
Wahabi melakukan kerusakan di desa, kota dan lingkungan sekitarnya. Hal yang
bahkan tidak dilakukan Uni Soviet sekalipun. Dimana Afghanistan sekarang?
Berikan satu hari saja dimana tidak terjadi pembunuhan di Afghanistan karena
ulah Takfiri.”
Maret 2014, Indonesia tiba-tiba dikejutkan
oleh demonstrasi pendukung ISIS di Monas. Ratusan orang berdemontrasi
membaiat ISIS sambil mengutuk demokrasi. Jumlah mereka kecil tapi teriakan
mereka keras. Jika mereka diberangus, mereka teriak-teriak HAM. Dengan membaiat
ISIS, sama artinya mereka tidak mengakui Pancasila dan NKRI. Bahkan
baru-baru ini mereka membuat onar di Solo. Sambil mengusung bendera hitam
al-Qaeda, mereka mengobrak abrik pertunjukkan musik.
Apakah pemerintah harus menunggu ISIS membesar untuk
menyadari kebengisan mereka? Jika ya, maka akan tiba saatnya ketika
kebiadaban itu hadir di depan pintu rumah kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar